Agroindustri perikanan laut merupakan salah satu jenis industri pengolahan hasil perikanan yang sangat potensial untuk dikembangkan, mengingat potensi sumber daya ikan dari perairan laut nasional sangat besar. Namun demikian terdapat sejumlah persoalan yang menghambat pengembangannya, baik dari aspek produksi bahan baku (industri penangkapan) maupun aspek pengolahan produk (agroindustri). Potensi akan bahan baku agroindusti perikanan sangat melilmpah. berikut produk unggulan yang potensian untuk dikembangankan dalam agroindustri komoditas budi daya yang saat ini sudah kelihatan unggul produksinya adalah rumput laut, lele, patin, bandeng dan kerapu, selain itu komoditas strategis yang potensial seperti udang, nila, mutiara, dan ikan hias tentu bagus dalam ketersedian bahan baku. Kementerian itu akan memacu produksi perikanan budi daya 2014 sebesar 16,89 juta ton atau meningkat 353% dibandingkan dengan produksi 2009 sebesar 4,78 juta ton.
Pengembangan Industri Rumput Laut Nasional
Produksi rumput laut Indonesia, khususnya jenis-jenis rumput laut yang tumbuh di daerah tropis adalah yang terbesar di dunia. Kontribusi Indonesia dalam bahan baku sudah diakui internasional, tetapi peran dan kontribusi Indonesia dalam industri pengolahan rumput laut masih harus ditingkatkan dan masih memiliki peluang cukup besar, seperti untuk industri agar-agar dan industri karaginan. Program pengembangan industri rumput laut nasional, sejalan dengan program-program pembangunan sektor dan pengembangan komiditi lainnya, terutama dalam hal pro-job, pro-poor dan pro-growth.
Lemahnya penguatan struktur industri rumput laut nasional, menyebabkan Indonesia masih dikendalikan oleh buyer dari luar. Karenanya langkah yang harus segera dilakukan adalah memprogramkan penguatan struktur industri rumput laut nasional dari hulu ke hilir. Membuat “cetak biru (blue print)” pengembangan industri rumput laut nasional yang berkelanjutan, dengan strategi pencapaiannya 5 sampai 10 tahun kedepan, juga merupakan hal yang mendesak untuk dilakukan. Tentunya dengan melibatkan berbagai pihak pemangku kepentingan, termasuk para pelaku usaha.
Program yang bersinergi dan terkoordinasi dengan baik antar kementerian terkait-dari pihak pemerintah- dan para pelaku usaha di pihak lain seperti para petani, pedagang, eksportir, dan industri pengolah, termasuk di dalamnya lembaga keuangan Bank dan non-bank, akan menjadi kunci keberhasilan pencapaian “cetak biru” pengembangan industri rumput laut nasional secara berkelanjutan.
Sumber : ISS ke XXI Jakarta, 18 Maret 2010
Pengolahan Industri Lele
Kebutuhan atau permintaan terhadap lele tidak pernah surut, bahkan cenderung meningkat setiap tahun. Boleh dibilang, produksi yang ada saat ini belum mampu memenuhi permintaan pasar. Untuk wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, dan Depok saja, setiap hari membutuhkan sekitar 75 ton lele konsumsi.
Tingkat konsumsi lele nasional pada tahun 2003 meningkat 18.3%, yakni dari 24.991 ton/tahun menjadi 57.740 ton/tahun. Revitalisasi lele sampai akhir tahun 2009 menargetkan produksi sejumlah 175 ton atau meningkat rata-rata 21.64% per tahun. Sementara itu, permintaan benih lele juga terus meningkat dari 156 juta ekor pada tahun 1999 menjadi 360 juta ekor pada tahun 2003 atau meningkat rata-rata sebesar 46% per tahun. Kebutuhan benih lele hingga akhir tahun 2009 diperkirakan mencapai 1.95 miliar ekor.
Dari uraian di atas, bisa dibayangkan betapa besarnya kebutuhan dan permintaan lele, baik untuk konsumsi domestik maupun ekspor. Situasi ini merupakan suatu indikasi dan peluang baik bagi siapa pun yang ingin meramaikan khasanah usaha budi daya lele di negeri ini. Pemasaran lele tidaklah sulit. Umumnya, lele akan dibeli oleh pengumpul atau pembeli keliling yang biasa mencari lele. Bagi pembudidaya besar, mereka biasanya sudah memunyai langganan atau pembeli tetap. Namun, bagi pembudidaya kecil atau pemula biasanya menghadapi kesulitan dalam pemasaran. Namun, Anda tidak boleh pasrah begitu saja. Banyak cara yang bisa dilakukan agar lele hasil budi daya Anda bisa dipasarkan. Misalnya, langsung memasarkan sendiri dengan cara menitipkan ke warung-warung atau membuat papan pengumuman kecil bahwa Anda menjual lele dalam bentuk bibit dan lele konsumsi. Anda juga bisa membuat selebaran yang disebar atau ditempel di tempat-tempat yang mudah terlihat oleh orang banyak.
Lele tergolong ikan yang digemari masyarakat. Selain itu, harganya pun terjangkau daya beli masyarakat umum. Jadi, Anda tidak perlu khawatir lele hasil budi daya Anda tidak laku. Kemungkinan besar, malah Anda sendiri akan kebingungan menyediakan ikan lele karena banyaknya permintaan. Berikut ini ada sekelumit kisah tentang seorang peternak lele yang sudah malang-melintang di dunia komoditas ini. Ia punya kiat sendiri memasarkan lele produksinya. Ia menyediakan fasilitas berupa drum yang diisi lele siap jual (biasanya 1 kg berisi 8—10 ekor). Selanjutnya, ia menitipkan drum tersebut ke beberapa masyarakat yang tinggal di perumahan yang berada di pinggir jalan atau di lokasi yang mudah terlihat oleh masyarakat umum. Dengan cara ini, pemilik lele dan penjual berbagi hasil dalam penghitungan keuntungan. Agar lele laris terjual, tentunya harga harus sedikit lebih murah dibandingkan dengan harga lele di pasar. Ternyata, cara ini sangat efektif, bahkan ia kewalahan melayani permintaan pembeli. Itulah sepotong kisah yang bisa dijadikan referensi sebagai kiat dalam pemasaran lele konsumsi, terutama bagi pemula atau pembudidaya berskala kecil. Cara lainnya, dengan membentuk asosiasi sesama peternak berskala kecil di wilayah masing-masing. Selanjutnya, perkumpulan ini berkoordinasi dengan penampung atau pembeli berskala besar untuk menyalurkan atau menjual hasil budi daya lele tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar